PALEMBANG – Komisi IV DPRD Sumatera Selatan mempertanyakan mengenai kejelasan tentang izin analisis dampak lalu

PALEMBANG – Komisi IV DPRD Sumatera Selatan mempertanyakan mengenai kejelasan tentang izin analisis dampak lalu lintas dengan memanggil instansi terkait.

“Berkaitan dengan persiapan menjelang Asian Games 2018, karena itu kita rapat dengan Dinas Perhubungan Sumsel dan pemilik usaha untuk menanyakan kejelasan tentang izin analisis dampak lalu lintas (Andalalin),” kata Anggota Komisi IV DPRD Sumsel, MA Gantada di Palembang, Kamis (02/03).

Menurut dia, hampir keseluruhan kegiatan usaha yang menggunakam jalur lalu lintas baik itu masuk jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten/kota itu sepertinya mengabaikan analisis dampak lalu lintas.

Ia berharap, Dinas Perhubungan dapat terus menerus mensosialisasikan izin Andalalin ini sebelum pada tingkatan penindakan.

Selain itu, lanjutnya nanti DPRD akan menyurati wali kota dan bupati agar kiranya dalam suatu penerbitan izin usaha yang berada di jalur jalan nasional, jalan provinsi untuk tidak terlebih dahulu menerbitkan izin usaha sebelum Andalalin diselesaikan.

Kemudian, pihaknya juga menyampaikan kepada pemangku kepentingan untuk terus mensosialisasikan UU lalu lintas yang mengatur setiap apapun berkaitan jalur jalan lalu lintas memerlukan Andalalin.

Jadi, disosialisasikan kepada semua yang terkait sehingga ke depan ada ketertiban dan ketetraman dalam berlalu lintas sehingga nyaman, ujarnya.

Ia memperkirakan, mungkin yang patuh terhadap Andalalin ini hanya 10 persen saja, padahal ini sangat penting.

Sementara, Kepala Dinas Perhubungan Sumsel, Nasrun Umar mengatakan, dasar hukum Andalalin itu ada empat, terdiri atas UU Nomor 22 tahun 2009, PP Nomor 32 tahun 2011, Peraturan Menteri (PM) nomor 75 tahun 2015 dan terakhir Pergub Nomor 29 tahun 2016.

Semuanya mengenai di dalam ketentuan siapapun yang melakukan perubahan tata guna lahan kosong menjadi hotel, menjadi rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya harus memiliki Andalalin, namun peraturan itu dibatasi PM Nomor 75.

“Harusnya di Sumsel bisa dilakukan sejak 2009, namun PP yang mengatur itu baru dikeluarkan tahun 2011 dan PM juga baru keluar 2015. Jadi, saat ini baru bisa dilakukan dengan payung hukum Pergub Nomor 29,” katanya. (ant)