Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/u1603218/public_html/jurnalindependen.com/wp-content/themes/chromenews/inc/hooks/hook-single-header.php on line 87
JAKARTA — Dua kali pelaksanaan pemilu dengan sistem pemilihan langsung dinilai berbiaya mahal. Partai politik peserta pemilu akan mengusulkan untuk mengembalikan sistem pemilihan dengan proporsional tertutup. Bahkan, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga menganggap sistem pemilihan langsung memiliki banyak kelemahan.
Wakil Ketua MPR, Mahyudin mengatakan, salah satu kelemahan paling krusial dari sistem pemilihan langsung ini adalah berbiaya mahal. Seorang calon legislatif atau calon kepala daerah harus memiliki uang banyak agar dapat maju dalam pemilu. Artinya, sistem demokrasi seperti ini akan memaksa seorang calon untuk mencari sponsor. Dari sponsor pasti punya kepentingan yang memboncengi.
Menurut Mahyudin, meskipun sudah dibuat Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), politik uang masih memiliki ruang gerak bebas. Panwaslu pun rentan tergoda untuk menikmati uang dari calon peserta pemilu.
Jadi, dua kali melaksanakan pemilu langsung, harus mulai dievaluasi apakah sistem ini cocok untuk Indonesia. Sebab, sistem pemilu langsung ini sudah terbukti menelan biaya terlalu besar untuk sebuah pesta demokrasi.
“Saya akan lobi ke beberapa parpol untuk mendorong dikembalikannya sistem pemilu proporsional tertutup,” kata dia pada wartawan, Sabtu (14/11).
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, sistem proporsional tertutup sebenarnya sudah diajukan oleh Golkar di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, sistem itu mendapat penolakan.
Sikap Partai Demokrat yang awalnya juga mendukung sistem ini, imbuh Mahyudin, menarik dukungan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Saat ini, imbuh dia, dukungan untuk mengembalikan sistem pemilu dengan proporsional tertutup mulai banyak oleh parpol yang ada. Parpol mulai menyadari bahwa sistem pemilu langsung berdampak besar bagi naik tajamnya ongkos politik. Dengan sistem proporsional tertutup, penyaringan calon dapat dilakukan oleh parpol.
Sehingga, proses seleksinya yang harus diperketat. Kader-kader terbaik yang akan dimajukan. Bukan orang yang memiliki banyak kekayaan. Selama ini, yang gencar menolak sistem pemilu dengan proporsional tertutup adalah lembaga survei.
“Kalau itu (proporsional tertutup), tujuannya baik, yang banyak protes kan lembaga-lembaga survei,” kata Mahyudin.
Sebelumnya, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman juga menegaskan, partainya akan mengusulkan mengembalikan sistem pemilu langsung menjadi proporsional tertutup. Agenda itu akan menjadi agenda prioritas PKS selama 5 tahun kepemimpinan Sohibul sebagai Presiden PKS.
Menurut PKS, dengan sistem pemilu langsung, sudah terbukti menelan biaya politik yang sangat besar. Terlebih di pemilu 2014.
“Kita ingin mengembalikan ke proporsional tertutup, nanti yang akan dikenalkan adalah partai, itu membuat ongkos poitik rendah,” kata Sohibul.
Dari sisi detail, dengan proporsional tertutup, kertas suara pasti lebih dpaat dihemat. Sebab, besar kertas suara tida sebesar kertas suara dengan sistem pemilu langsung yang menampilkan foto-foto calon. (rol)