Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/u1603218/public_html/jurnalindependen.com/wp-content/themes/chromenews/inc/hooks/hook-single-header.php on line 87
JAKARTA – Anggota tim kunjungan kerja Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengatakan, Operasi Tangkap

JAKARTA – Anggota tim kunjungan kerja Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengatakan, Operasi Tangkap Tangan atau OTT yang kerap dilakukan oleh KPK merupakan diksi hukum yang mempunyai definisi sangat jelas terkait tugas pokok, fungsi dan kewenangan KPK. Akan tetapi, menjadi tidak elok jika OTT dilakukan bukan berdasarkan posisi tertangkap tangan melainkan dijebak atau sudah dikondisikan lebih dulu pelaku OTTnya.

” Memang kita juga sempat memberikan analisa secara kritis. Kenapa KPK cenderung melakukan OTT dengan basis yang namanya penyadapan pendahuluan. Yang ingin kita sampaikan dan sudah mencermati, dengan melakukan perbandingan di beberapa negara kalau dalam konteks melakukan fungsi pencegahan tindak pidana korupsi, melakukan fungsi supervisi, kita juga mengharapkan ada suatu kesepahaman bahwa OTT itu betul-betul OTT. Artinya. , yang bersangkutan dalam posisi tertangkap tangan, bukan dikondisikan dan bahasa kasarnya bukan dijebak,” kata politisi Partai PDI Perjuangan.

Lebih lanjut Arteria menambahkan, situasi yang ada saat ini yang telah dihimpun sebagai dokumen bukti dan sudah terkonfirmasi melalui laboratorium forensik Mabes Polri ternyata kejadian tersebut bukan OTT menurut hukum. Yang ada adalah penjebakan dan hal tersebut telah kita haramkan.

Hal itu diungkapkan Arteria saat mengikuti rapat dengar pendapat Komisi IIII DPR RI dengan Kapolda Kalsel dan jajaran aparat penegak hukum Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis (14/9/17) di ruang Mapolda Kalsel.

Ditemui pada forum yang sama, seorang akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Syaifuddin memberi masukannya kepada Anggota Tim Kunjungan Komisi III Kalsel. 

Menurut Syaifuddin, jika dilihat sebenarnya terkait evaluasi penegakan hukum atau khususnya penegakan pemberantasan korupsi di Indonesia, yang menjadi catatan penting adalah Indonesia lebih mengedepankan aspek penindakan daripada pencegahan.

” Semuanya, tidak hanya di KPK, tetapi juga di Kejaksaan dan Kepolisian juga. Hasilnya memang kita melihat gaung penindakan itu memang besar, tetapi tidak pernah terpikirkan oleh kita tujuan sebenarnya adalah menekan angka korupsi ke dalam suatu batas yang paling minimal, sehingga nanti korupsi ini korupsi itu menjadi kecil. Itu sebenarnya tujuan penegakan hukum kita,” tegasnya.

Lebihl anjut Syaifuddin mengatakan, oleh karenanya orientasinya sebenarnya bukan pada penindakan tapi pada pencegahan. Makin besar penindakan dan kita merasa bangga berhasil kita menangkap sedemikian orang. Sebenarnya itu adalah menunjukkan kegagalan kita sendiri dalam memberantas korupsi di Indonesia. 

” Kita ingin ada usaha harus lebih,. Jadi gaung dan seluruh sumber daya kita diarahkan kepada pencegahan ini, agar memang angka korupsi itu kecil. Jadi ukuran keberhasilan Polda, Kejaksaan, bukan berapa  banyak dia menangkap orang karena korupsi, tetapi menekan angka korupsi itu. Begitu juga KPK, semakin lama bisa semakin membina agar tidak terjadi korupsi. Harapan kami penegakan hukum berarah kepada pencegahan bukan kepada penindakan,” tutup Syaifuddin.  (ndy,mp–DPR)