KETENTUAN mengenai pengguguran pasangan calon kepala daerah yang berhalangan tetap pada masa kampanye sampai pemungutan dinilai merugikan hak konstitusional calon kepala daerah, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Hal tersebut disampaikan Bupati Lampung Timur, sekaligus Calon Bupati Lampung Timur Erwin Arifin yang menjadi Pemohon dalam uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU (UU Pilkada). Diwakili Tanda Perdamaian Nasution selaku kuasa hukum, Pemohon mempersoalkan Pasal 54 ayat (5) UU Pilkada.
Pasal 54 ayat 4 UU Pilkada menyatakan, “Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari pemungutan suara dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilihan dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur.”
Adanya ketentuan tersebut telah membuat Pemohon selaku Calon Bupati Lampung Timur digugurkan oleh KPU Kabupaten Lampung Timur. Sebab, Calon Bupatinya Priyo Budi Utomo meninggal dunia saat masa kampanye. “Kenyataannya, Pemohon harus dinyatakan gugur sejatinya hari ini melalui SK KPUD atau SK KPU Kabupaten Lampung Timur akibat dari ketentuan Pasal 54 ayat (5) tersebut,” ujar Tanda Perdamaian dalam sidang perkara nomor 140/PUU-XIII/2015 di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (24/11).
Menurut Pemohon, penggugurannya sebagai calon kepala daerah telah melanggar haknya untuk dipilih dan memilih. Selain itu, aturan tersebut mengandung diskriminasi. Sebab, Pasal 54 ayat (1) menyatakan, pasangan calon kepala daerah yang salah satunya berhalangan tetap pada masa sebelum kampanye masih diberikan waktu untuk mencari pengganti. ”Sejak masa kampanye sampai hari pungutan suara (calon) dinyatakan gugur tidak dapat diganti, sementara tahapan-tahapan lainnya masih bisa diganti,” imbuhnya.
Lebih lanjut, pengguguran pasangan calon kepala daerah karena salah satunya meninggal dunia dinilai pemohon merupakan sesuatu yang tidak dapat dikendalikan. Lain halnya apabila berhalangan tetap yang dimaksud adalah apabila calon melakukan tindak pidana dan dicabut hak politiknya. “Dalam hal ini berhalangan tetapnya adalah meninggal. Saya kira kita semua tidak bisa mengendalikan, tidak bisa berprediksi tentang kematian atau musibah kematian seseorang.”
Oleh karena itu, Pemohon menyarankan adanya aturan yang memberikan waktu penggantian untuk calon kepala daerah yang pasangannya meninggal dunia. “Diberikan waktu yang wajar dan cepat, kalau dihubungkan dengan soal bahwa masa kampanye sampai pemungutan suara adalah masa pencetakan logistik, pendistribusian, dan lain sebagainya saya kira itu bisa di secara teknis bisa dilakukan dengan penyesuaian-penyesuaian,” jelas Tanda.
Dalam petitumnya Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 54 ayat (5) UU Pilkada bertentangan dengan Konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan terdapat dua pasangan calon atau lebih. Tahapan pelaksanaan pemilihan dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap dapat diganti setelah diberikan waktu selama tiga hari setelah kematian pasangan calon. Dalam hal setelah dalam waktu tiga hari terlampaui namun tetap tidak memenuhi pengganti menemukan pengganti, maka pasangan calon yang berhalangan tetap dinyatakan gugur.”
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams meminta Pemohon untuk memperkuat dalil permohonannya dan memperbaiki petitumnya.
“Dalam petitum, kelihatannya Anda meminta Mahkamah untuk menjadi positive legislator. Nah, Anda perlu untuk menjelasakan secara detail, kenapa Anda kemudian mengatakan harus ditunggu tiga hari, kenapa enggak lebih atau enggak satu hari,” ujar Maria.
Senada, Palguna juga meminta Pemohon menjelaskan alasan mengapa waktu yang diberikan untuk mencari pasangan pengganti harus tiga hari. Pemohon harus mempertimbangkan faktor pemenuhan syarat calon dan verifikasi data oleh KPU. “Apakah itu cukup tiga hari misalnya, atau malah terlalu lebih tiga hari dengan asumsi bahwa orang bekerja 24 jam nonstop memelototi ini. Harus Anda jelaskan rasionalitasnya itu,” imbuhnya.
Terakhir, Wahiduddin menyatakan dalam pokok permohonan perlu ditambahkan dalil mengenai daerah lain yang mengalami persoalan yang sama dengan Pemohon, yaitu yang dinyatakan gugur karena salah seorang dari pasangan calonnya berhalangan tetap. “Mengapa ini diperlukan? Agar permohonan judicial review ini tidak menjadi constitutional complain, jadi seolah-olah hanya kasus itu saja, sedangkan MK itu menguji norma, ya,” ujarnya. (MahkamahKonstitusi)