Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Hukum » UU MD3 Kembali Diuji di MK

UU MD3 Kembali Diuji di MK

  • account_circle investigasi
  • calendar_month Kam, 5 Apr 2018
  • visibility 24

JAKARTA – Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah pihak. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) beserta perseorangan mengajukan uji materiil Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5), Pasal 122 huruf (k), Pasal 245 ayat (1) tercatat sebagai Pemohon Nomor 26/PUU-XVI/2018. Sementara, Presidium Rakyat Menggugat yang tercatat sebagai Pemohon Nomor 28/PUU-XVI/2018 menguji Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

Kuasa Hukum PMKRI Bernadus Barat Daya menyatakan Pasal 73 Ayat (3), Ayat 4 Huruf a dan Huruf c, dan Ayat (5) UU MD3 membatasi hak warga negara untuk mengajukan atau mengeluarkan pikiran, pendapat serta aspirasinya kepada lembaga legislatif (MPR, DPR, DPRD, DPD). Pemohon memandang kewenangan “panggilan paksa” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan asas-asas hukum yang berlaku sah di Indonesia dan bertentangan dengan KUHAP dan UU Otonomi Daerah.

“Pasal tersebut selain mengacaukan garis ketatanegaraan yang diatur dalam UUD 1945 juga merupakan pasal anti demokrasi serta mengancam kebebasan berpendapat warga,” tegasnya dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra tersebut.

Pemohon juga mendalilkan frasa “wajib” dalam hal pemanggilan paksa oleh DPR masih pula diikuti oleh tindakan “menyandera” sebagaimana diatur dalam Pasal 73 ayat (6) UU MD3. Menurut Pemohon, DPR berusaha membentengi diri dari kritikan rakyat dengan menjadikan pasal tersebut sebagai alat untuk memproteksi diri dari ancaman hukuman. Hal tersebut tidak hanya berakibat DPR yang bersikap tidak fair dalam menyikapi kritikan masyarakat, namun juga sengaja mengabaikan prinsip dan asas hukum equality before the law (kesamaan derajat di depan hukum).

Sebagai salah satu lembaga tinggi negara, lanjut Bernadus, DPR tidak boleh mendominasi kewenangan yang ada pada lembaga tinggi negara lainnya yakni  eksekutif maupun yudikatif. Dalam konteks UU MD3, DPR telah menambahkan ‘kekuasaan’ atau kewenangan besar yang memungkinkannya dapat menghegemoni kewenangan dari lembaga tinggi negara lainnya secara berlebihan tanpa dapat dikontrol yang berpotensi menimbulkan penyimpangan atau abuse of power.

Di sisi lain, lanjut Bernadus, Pasal 122 Huruf k UU MD3 berpotensi menimbulkan multitafsir dalam penerapannya mengingat frasa “merendahkan kehormatan”, bersifat relatif, tentatif dan sangat subjektif. “Terminologi ‘merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR’ dapat diterapkan secara sewenang-wenang sesuai interpretasi subjektif atau sesuai kepentingan politik para anggota DPR. Pasal ini berpotensi menyeret siapa saja ke ranah hukum jika dianggap melakukan perbuatan yang diduga merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan anggota DPR,” jelasnya.

Terakhir, Pasal 245 ayat (1) UU MD3 yang mengatur tentang pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan, baginya tidak sesuai dengan asas persamaan derajat di depan hukum. Sebab telah menghilangkan hak konstitusional dari jajaran penegak hukum yang akan melakukan tindakan hukum seperti penyelidikan, penyidikan dan upaya penegakan hukum lainnya terhadap anggota DPR.

Sementara itu, Rinto Wardana selaku kuasa hukum Presidium Rakyat Menggugat memandang UU MD3 akan mematikan kontrol warga negara pada kinerja legislatif. Di sisi lain, UU MD3 juga menimbulkan ketakutan karena seseorang yang menyampaikan pendapat dapat diperkarakan oleh anggota DPR. “Hak DPR untuk memanggil untuk memanggil secara paksa dengan kewenangan dan kuasa aparat dapat menimbulkan pelanggaran HAM dan menciderai kebebasan berpendapat,” jelasnya.

Untuk itulah, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar pasal-pasal yang diajukan dibatalkan keberlakuannya dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Masukan Hakim

Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta agar Pemohon memperjelas kedudukan hukum (legal standing). Hal ini dikarenakan Pemohon perkara Nomor 28/PUU-XVI/2018 adalah PMKRI cabang Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, serta Jakarta Barat. Ia menilai Pemohon harus menjelaskan PMKRI yang berhak mewakili organisasi  sesuai AD/ART organisasi. “Kalau ini tidak jelas dapat menghilangkan legal standing Pemohon,” jelasnya.

Sedangkan, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pemohon perkara Nomor 28/PUU-XVI/2018 untuk mengecek surat kuasa khusus. Sebab ada Pemohon yang tercantum dalam surat kuasa khusus, namun tidak tercantum dalam permohonan. (ARS/LA–MK)

  • Penulis: investigasi

Rekomendasi Untuk Anda

  • The Future of Mixed Reality: Blending the Virtual and the Real 2.10 Play Button

    The Future of Mixed Reality: Blending the Virtual and the Real

    • calendar_month Sel, 28 Jan 2025
    • account_circle Lili Cheng
    • visibility 1.143
    • 0Komentar

    At Microsoft Ignite 2023, we are announcing Copilot in Microsoft Dynamics 365 Guides, which combines the power of generative AI with mixed reality to help frontline workers complete complex tasks and resolve issues faster with less disruption to the flow of work. Copilot in Dynamics 365 Guides assists workers in industrial settings who deal with complex […]

  • Hadapi Masa Pengeringan Irigasi, Ini Harapan Bupati Kepada Mentan RI

    • calendar_month Kam, 10 Jun 2021
    • account_circle investigasi
    • visibility 29
    • 0Komentar

    JAKARTA – | Bupati Musi Rawas (Mura), Hj Ratna Machmud menyampaikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mura perlu dukungan Pemerintah Pusat dari sektor pertanian dan perkebunan untuk membantu masyarakat, karena 70 persen masyarakat di Mura mata pencaharian adalah petani. “Berkenaan dengan rencana rehabilitasi irigasi sehingga akan dilakukan pengeringkan irigasi selama kurang lebih 4 bulan. Kami berharap dimasa […]

  • Abu Ja’at : Yang Penting Penghuni Panti Cukup Makan Minum

    • calendar_month Rab, 24 Jun 2015
    • account_circle investigasi
    • visibility 24
    • 0Komentar

    LUBUKLINGGAU, Jurnalindependen.com — Mengenai Operasional Panti Jompo (Panti Treshna Werdha Budi Luhur) Lubuklinggau menurut Kepala Dinas Sosial, Abu Ja’at sudah mempercayakan Kepala Panti untuk mengelolanya dengan baik. “Bagi kami yang penting masalah makan dan kesehatan penghuni panti terpenuhi dan cukup. Terus terang mengenai anggaran makan minum panti sudah di kelola kepala panti sebagai PPTK-nya, jadi […]

  • Tantangan Pariwisata Indonesia Saat Ini

    • calendar_month Sab, 20 Jul 2019
    • account_circle investigasi
    • visibility 28
    • 0Komentar

    SEJAK di masa periode pertama kekuasaannya Presiden Jokowi telah menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas, yang diharapkan mampu sebagai penyumbang terbesar bagi devisa negara. Tidak heran jika Menteri Pariwisata Arief Yahya di dalam setiap kesempatan menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan utama kenapa Pariwisata menjadi leading sektor program pembangunan Indonesia adalah dikarenakan merupakan industri […]

  • Efendi Pucuk : Pecat Perangkat Desa Jangan Jadi ‘Tradisi’

    • calendar_month Sel, 31 Agu 2021
    • account_circle investigasi
    • visibility 18
    • 0Komentar

    MUSI RAWAS – | Kisruh permasalahan tentang perangkat desa di Kabupaten Musi Rawas jadi sorotan aktivis pemerhati masyarakat dari Yayasan Pucuk, Efendi. “Pecat perangkat desa jangan jadi tradisi. Karena dari oknum kades diduga karena unsur nepotisme, maka dari itu tidak usah dilanjutkan,” ungkap Efendi. Efendi mendasarkan aturan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 […]

  • Inilah Dugaan Modus Perjadin Sekretariat DPRD Lubuklinggau

    Inilah Dugaan Modus Perjadin Sekretariat DPRD Lubuklinggau

    • calendar_month Jum, 27 Sep 2019
    • account_circle investigasi
    • visibility 22
    • 0Komentar

    LUBUKLINGGAU – | Berbagai dugaan modus atau cara Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Lubuklinggau untuk mempertanggungjawabkan biaya Perjalanan Dinas (Perjadin) yang menelan anggaran puluhan miliar dalam satu tahun anggaran, diduga modus-modus tersebut dilakukan demi meraup keuntungan. Dugaan modus-modus Pertanggungjawaban, 2 tahun belakangan ini dipakai Sekretariat DPRD didalam perjalanan dinas. Berikut modus nya, mulai […]

expand_less