JAKARTA – Pilkada serentak yang akan dihelat tahun ini menghadapi banyak tantangan krusial. Kualitas Pilkada pun menjadi taruhan. Kualitas para pemimpin daerah yang kelak akan bermunculan ditentukan pula dari kontestasi Pilkada serentak yang berkualitas.
Demikian mengemuka dalam diskusi publik di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (23/2/2018), bertajuk “Pilkada Serentak dan Pemilu, Pemilih Berdaulat Negara Kuat”. Hadir dalam diskusi ini Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua DPP Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia Razikin, dan Syamsuddin Radjab dari Jenggala Institute.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengulas musuh utama Pilkada serentak tahun ini. Setidaknya ada tiga yang menjadi musuh bersama Pilkada, yaitu politik uang, politisasi sara, dan hoax. Politik uang sudah menjadi penyakit politisi ketika musim kampanye tiba. Para pemilih termakan janji setelah politik uang beraksi. Soal sara dalam kampanye politik, akhir-akhir ini sangat mengganggu kualitas Pilkada. Dan Pilkada DKI Jakarta jadi contoh konkrit bagaimana isu sara dipolitisir untuk kemenangan politik.
Sementara itu, hoax atau kabar bohong yang tidak berdasar fakta juga turut andil menurunkan kualitas Pilkada. Konflik politik kerap bermula dari hoax tersebut. Untuk itu, pendidikan politik pemilih jadi keniscayaan untuk terus diberdayakan. Namun, KPU dan KPUD saat sedang kewalahan menghadapi persiapan Pilkada, lantaran saat bersamaan akan ada persiapan Pilpres 2019. Ditambah lagi, di beberapa KPUD sedang memasuki masa transisi kepengurusan. Jadi isu-isu krusial Pilkada tak tertangani maksimal.
Sementara itu, Syamsuddin Radjab menyerukan agar negara membiayai partai politik. Argumen Radjab, didasari pada merebaknya politik uang saat kampanye maupun rekrutmen calon kepala daerah maupun calon politisi. Tak dipungkiri hampir semua partai politik mengutip dana dari para calon politisi agar bisa ditempatkan sebagai calon anggota legislatif. Begitu juga calon kepala daerah dihadapkan pada isu yang sama.
“Negara sebaiknya membiayai partai. Jangan partai meminta dana kepada calon,” ujar Syamsuddin. Sementara soal isu sara, sebaiknya tak perlu ditakuti. Menurutnya, justru dari sara itu, para pemuda pendiri bangsa bisa bersatu. Isu sara butuh pengelolaan pemerintah, bukan diberantas. (mh/sc-DPR)