JAKARTA – Kredit Usaha Rakyat (KUR) bersubsidi akhirnya disepakati mencapai 40 persen yang menyasar para pelaku usaha di level terkecil. Sebelumnya, pemerintah baru menyasar 22 persen. Tahun 2017 ini sasaran sisanya akan ditambah 20 persen lagi.
Demikian dijelaskan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir usai memimpin rapat dengan Menkeu, Gubernur BI, dan Ketua OJK, Kamis (9/2/2017). KUR dengan bunga bersubsidi itu, besarnya Rp25 juta tanpa agunan. KUR ini tak boleh salah sasaran. Pelaku bisnis besar sebaiknya tak diberikan KUR bersubsidi, karena kelompok ini dinilai sudah mampu, bahkan bisa mengambil kredit komersil dengan bunga tinggi.
“Ada beberapa penjelasan yang diberikan pemerintah soal target KUR bersubsidi. Di sektor pertanian, kehutanan, kelautan, dan perburuhan ternyata baru mencapai 22 persen. Kecil sekali. Tadi kita minta dikembangkan menjadi 40 persen. Pemerintah pun sepakat akan ditingkatkan 20 persen pada 2017 ini,” ungkap Hafisz.
Politisi dari dapil Sumsel I ini, mencontohkan, para tukang becak sangat layak menerima KUR bersubsidi. Kelompok ini tak memiliki aset. Bahkan, mungkin saja tak memiliki rumah tetap. “Seorang tukang becak perlu memperbarui becaknya. Itu, kan, perlu dana. Dia tidak punya aset. Rumahnya saja gubuk. Apa yang mau diagunkan, apalagi kalau rumahnya ngontrak. Nah, ini harus diberikan KUR yang Rp25 juta tanpa agunan,” harapnya.
KUR bersubsidi juga layak diberikan bagi para pedagang kaki lima dengan satu meja lapak untuk berdagang. Perputaran uangnya hanya Rp500 ribu per hari. Total KUR yang dikeluarkan pemerintah sendiri sebesar Rp100 triliun. Dengan program KUR ini, sambung Hafisz, pemerintah ingin membuka akses masyarakat untuk berusaha. Pada gilirannya, kemiskinan pun ikut dientaskan. Ada 28 juta rakyat yang sangat miskin dan 76 juta rakyat miskin. (mh–DPR)