KETERBUKAAN Informasi Publik di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas (Mura) sudah berjalan, kendati memang masih perlu perbaikan dari berbagai aspek.

Diketahui Tahun 2020 lalu, hanya ada satu permintaan data dari masyarakat melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan diteruskan ke PPID Pembantu yang berada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Namun, sangat disayangkan tidak berlanjut. Artinya OPD terkait tidak melayani permintaan tersebut sedangkan si peminta data pun sepengetahuan kami tidak pula mengajukan keberatan apalagi mengajukan sengketa ke Komisi Informasi (KI).

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) sebenarnya bukan merupakan rahasia negara, sehingga bisa di minta masyarakat. Hanya memang perlu alasan yang tepat dan memenuhi syarat kelayakan untuk dimiliki.

Klasifikasi atau jenis Informasi Publik di Pemkab Mura jika amati hingga kini belum terealisasi, apalagi di tingkat OPD. Setidaknya berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), jenis Informasi Publik diantaranya, Informasi yang wajib disediakan, Informasi yang diumumkan secara berkala kemudian Informasi yang serta merta dan Informasi yang tersedia setiap saat.

Jenis informasi tersebut disampaikan melalui saluran atau media yang ada. Saluran atau media informasi tersebut, seperti white board, banner, elektronik dan website. Akan tetapi kenyataan masih ada diantara jenis informasi tersebut yang belum disediakan, sekalipun yang paling mudah.

Rendahnya partisipasi Pemda atau OPD dalam menyediakan jenis-jenis informasi ini bisa jadi merupakan sikap abai dan merasa tidak terlalu penting atau kesengajaan. Ini tentu akan berakibat rendah juga peran serta masyarakat dalam pembangunan bahkan bisa jadi penghambat pembangunan. Selain itu dengan minimnya informasi penyelenggaraan pemerintahan dapat jadi ajang ‘bancakan’ penyelenggara pemerintahan untuk korupsi.

Sekali lagi, Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 28f : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Namun, ada informasi yang dikecualikan sesuai UU KIP karena dapat membahayakan negara, perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, berkaitan dengan hak-hak pribadi dan rahasia jabatan; serta Informasi Publik yang belum dikuasai.

Dalam UU KIP mengenai hukuman untuk badan publik yang dimenangkan penggugat, ganti kerugian, maksimal dikenakan pidana 1 tahun kurungan dan/atau maksimal denda Rp 5 juta. Ini bisa dirasakan terlalu rendah, sehingga seolah diabaikan badan publik. Apalagi mencapai itu melalui proses panjang, setelah putusan Komisi Informasi (KI), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Mahkamah Agung (MA) terakhir upaya melalui penegakan hukum oleh polisi.

Kemudian aturan dalam UU KIP yang diteruskan melalui Peraturan KI bahwa ketentuan PPID yang diamanatkan ke pejabat esselon III, wacananya akan di ubah ke esselon II karena bertanggung jawab langsung ke Sekda (esselon I). Selama ini memang tidak berkesesuaian, PPID esselon III sedangkan PPID Pembantu yang biasa dijabat Sekretaris OPD juga esselon III.

Harapan kita kedepan, penyediaan, pelayanan dan pemberian informasi sesuai dengan golongan dan jenisnya dapat terlaksana dengan baik sesuai aturan dan mekanisme yang ada. Pejabat di Pemkab Mura tidak perlu ‘ALERGI’ dengan masyarakat, LSM dan wartawan yang menghubungi berkaitan dengan permintaan Informasi dan dokumentasi. Coba tolong familiar sedikit oi.

Penulis/Editor : Faisol Fanani (Pemimpin Redaksi)

Tulisan ini merupakan OPINI REDAKSI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *