Ironi Ketahanan Pangan di Tanah Papua Selatan: Lahan Pertanian Melimpah Namun Minim Produktivitas
- account_circle investigasi
- calendar_month Kam, 3 Okt 2024
- visibility 32

Jurnalindependen.com – Program nasional Bappenas Pusat dan Bappeda Provinsi Papua bernama Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) di Provinsi Papua, tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada periode 2022-2024
Program itu dilakukan salah satunya sebagai upaya untuk pemenuhan pangan dan gizi masyarakat di lingkup wilayah Papua, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya.
Terbaru, Panglima Jenderal TNI Agus Subiyanto meresmikan lima batalyon infanteri (yonif) penyangga daerah rawan (PDR) di lima daerah Provinsi Papua tersebut.
Pasukan itu mempunyai tugas khusus untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah.
“Ada batalyon konstruksi dan ada batalyon produksi, kami akan melaksanakan program pertanian di wilayah Papua dan batalyon-batalyon ini akan membantu,” kata Agus di Lapangan Silang Monas, Jakarta, pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Agus juga mengungkap, lima pasukan Yonif PDR itu ada yang bermarkas di Kabupaten Keerom dan Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.
Selain itu, ada juga pasukan yang bermarkas di Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke (Provinsi Papua Selatan), dan Kota Sorong (Provinsi Papua Barat Daya).
Berkaca dari upaya TNI membentuk pasukan khusus di daerah rawan ketahanan pangan di Papua, pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peran vital dalam ketahanan nasional.
Papua Selatan adalah salah satu provinsi yang menghadapi tantangan dalam sektor pertanian, dan berdampak pada masyarakatnya.
Sebab, mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, terkhusus pada subsektor perikanan dan tanaman pangan.
Lantas, bagaimana perubahan dan tantangan yang dihadapi subsektor ini yang akan membawa dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat setempat?
Berikut ini ulasan terkait potensi dan peran sektor pertanian di wilayah Papua Selatan:
Potensi Pertanian
Berdasarkan data BPS yang dirilis pada tanggal 30 September 2024, Provinsi Papua Selatan memiliki wilayah yang sangat berpotensi dalam produksi pertanian.
Hal tersebut karena wilayahnya memiliki ketersediaan lahan dan sumber daya alam yang berlimpah.
Sebagai contoh, Papua Selatan berbatasan dengan Laut Arafura sehingga memungkinkan adanya peningkatan produksi perikanan tangkap, seperti udang, bawal, teri, dan tongkol.
Selain itu, Papua Selatan juga masih memiliki lahan yang luas yang belum dimanfaatkan, sehingga pengembangan lahan untuk pembangunan pertanian yang terbuka lebar.
Potensi pertanian ini seiring dengan meningkatnya jumlah petani, serta pengembangan jalur irigasi, perbaikan akses transportasi, dan tempat penampungan hasil pertanian.
Produktivitas Pertanian
Perkembangan produksi suatu sektor sangat tergantung dari kualitas para pekerjanya.
Produktivitas pertanian dapat menjadi salah satu indikator ketahanan pangan di Papua Selatan.
Namun, angka menunjukkan produktivitas pertanian di wilayah ini paling kecil dalam pengaruhnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Selatan pada tahun 2023 lalu.
Pertanian hanya memiliki nilai tambah 92,19 persen terhadap PDRB.
Hal itu tertinggal jauh dengan nilai tambah produktivitas konstruksi yang sebanyak 950,70 persen, dan transportasi yang memberi nilai tambah 144,71 persen.
Tantangan Keberlanjutan Pembangunan
Tantangan keberlanjutan pembangunan yang dialami Papua Selatan adalah minimnya infrastruktur pertanian yang memadai, seperti akses jalan, irigasi, dan fasilitas penampungan hasil pertanian.
Selain itu, penggunaan teknologi pertanian modern yang masih sangat terbatas, dan kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani menyebabkan produktivitas lahan tidak optimal.
Di sisi lain, ketergantungan yang tinggi terhadap cuaca menjadi tantangan tersendiri bagi para petani di Provinsi Papua Selatan.
Semua tantangan itu semakin memperkuat pentingnya perbaikan pengelolaan sektor pertanian di daerah rawan ketahanan pangan. (*)
- Penulis: investigasi




