JAKARTA — Badan Nasional Penanggulanagn Terorisme (BNPT) melihat perlu adanya perluasan sejumlah peraturan perundang-undangan untuk mencegat terorisme. Salah satunya adalah revisi UU Keormasan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komjen Pol Saud Usman Nasution, mengatakan perluasan ini dilakukan agar tidak ada celah dalam berkembangnya paham radikalisme. Contohnya paham keagamaan radikal yang diusung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Saud menyebut perlu ada perluasan dan perbaikan di UU no.17/2013 tentang Keormasan. Perubahan dan perluasan UU Ormas ini untuk memberikan aspek penindakan hukum kepada ormas-ormas, yang diduga kuat berafiliasi dan mendukung langsung kelompok teroris seperi ISIS.
“Perluasan itu dalam hal dan pemahaman soal makar. Nantinya bisa diterapkan itu kepada organisasi teroris atau ISIS,” kata Saud kepada wartawan usai menghadiri acara ‘Bincang Senator 2015: ISIS dan Upaya Deradikalisasi’ di Jakarta, Ahad (22/3).
Menurut data BNPT, kata dia, banyak ormas-ormas, baik yang legal ataupun tidak resmi, di Indonesia yang memproklamirkan diri bergabung dan berafiliasi langsung dengan ISIS. Meski tidak menyebut secara rinci, tapi Saud menyebut, setidaknya ada lebih dari 10 ormas yang masuk kategori berafiliasi langsung dengan ISIS.
Sayangnya, kata dia, tidak bisa dilakukan penindakan secara langsung, lantaran tidak adanya payung hukumnya. ”Kami tidak mau melakukan penegakan hukum, tapi juga melanggar hukum itu sendiri,” ujarnya.
Tak hanya UU Ormas, Saud juga melihat adanya celah di aspek legalitas dalam UU no.9/98 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Menurut Saud, dalam UU tersebut tidak diatur siapa yang menyampaikan pendapat dan aspirasi apa yang disampaikan. UU itu justru lebih banyak mengatur soal larangan kepada siapapun untuk menghalangi penyampaian aspirasi ataupun pendapat.
Padahal, menurut Saud, begitu banyak orang yang secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada ISIS. Namun, tidak ada aturan hukum yang bisa menjerat mereka. ”Coba dibuat perluasan, bilamana seseorang atau masyarakat menyatakan diri sebagai ISIS bisa disebut makar, misalnya, atau bertentangan dengan undang-undang, dibuat aturannya kan bisa,” tuturnya.
Selain itu, ada pula perluasan dalam hal UU Kewarganegaraan. Jika sebelumnya, UU itu tidak mengatur soal pernyataan WNI yang bergabung dengan kelompok atau organisasi tertenu selalin negara, maka perlu ada perluasan, WNI-WNI yang menyatakan setia dan bergabung dengan ISIS dapat disebut makar. Tidak hanya itu, UU Terorisme juga akan diusulkan untuk dirubah.
Untuk itu, Saud mengaku, pihaknya telah mengusulkan dan melakukan koordinasi dengan Kemenkumham. ”Kami akan usulkan, nanti pemerintah yang atur itu. Nanti ke Kemenkumham, kan yang mengatur soal itu Kemenkumham,” tuturnya.(rol)